Teater, sebagai salah satu medium seni pertunjukan, telah lama menjadi sarana penting dalam menyuarakan realitas sosial dan politik. Di Indonesia, salah satu tokoh yang memanfaatkan teater untuk menyuarakan ketidakadilan dan penderitaan kaum marjinal adalah Ratna Sarumpaet. Melalui karya-karya panggungnya, Ratna telah menjadi simbol perlawanan seni terhadap penindasan, sekaligus pengingat bahwa suara-suara dari pinggiran tidak boleh diabaikan. https://ratnasarumpaet.id/
Ratna Sarumpaet memulai kariernya di dunia teater sejak 1970-an dan dikenal sebagai seniman yang konsisten mengangkat isu-isu sosial yang sering kali diabaikan oleh arus utama. Karya-karyanya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi sebagai media advokasi yang menyentuh berbagai lapisan masyarakat, terutama mereka yang tersisih dan terpinggirkan. Inilah yang kemudian menjadi ciri khas dan kekuatan dari teater Ratna Sarumpaet: keberpihakannya yang tegas terhadap rakyat kecil.
Salah satu karya terkenalnya adalah drama Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah, yang dipentaskan pada tahun 1990-an. Naskah ini mengangkat kisah nyata Marsinah, seorang buruh perempuan yang menjadi korban kekerasan karena membela hak-hak pekerja. Dalam karya ini, Ratna tidak hanya menampilkan kisah tragis Marsinah sebagai individu, tetapi juga membingkainya sebagai simbol dari penderitaan kelas pekerja di Indonesia. Melalui pementasan tersebut, teater menjadi media perlawanan yang hidup dan membangkitkan kesadaran kolektif.
Suara dari pinggiran yang disuarakan oleh Ratna tidak hanya terbatas pada isu buruh, tetapi juga mencakup berbagai persoalan sosial lain seperti kemiskinan, pelanggaran HAM, ketimpangan gender, dan konflik agraria. Dalam karyanya yang lain, The Prostitute, Ratna menyoroti kehidupan perempuan yang terpaksa menjadi pekerja seks karena kondisi sosial-ekonomi yang menjerat. Ia menunjukkan bagaimana masyarakat seringkali cepat menghakimi, tanpa memahami konteks dan realitas pahit yang melatarbelakangi pilihan hidup seseorang.
Gaya penyutradaraan Ratna Sarumpaet juga mencerminkan keberaniannya dalam menyampaikan kritik. Ia tidak segan menggunakan simbolisme kuat, dialog tajam, dan panggung yang sederhana namun penuh makna. Dengan latar yang minim namun penuh ekspresi, perhatian penonton diarahkan langsung pada isi dan pesan pertunjukan. Efek teatrikal tidak digunakan untuk memukau, melainkan untuk menggugah dan menyadarkan.
Selain menjadi seniman, Ratna juga aktif sebagai aktivis. Teater baginya bukan sekadar panggung, tetapi medan juang. Ia sering terlibat dalam demonstrasi, diskusi publik, dan kegiatan sosial lainnya. Peran ganda ini menjadikannya figur yang kompleks: seorang seniman, aktivis, dan perempuan yang berani melawan arus. Meski tak lepas dari kontroversi, dedikasinya dalam memperjuangkan suara-suara dari pinggiran tidak bisa diabaikan.
Dalam konteks Indonesia modern, teater Ratna Sarumpaet tetap relevan. Ketika media massa sering kali dikendalikan oleh kepentingan tertentu, teater independen menjadi salah satu kanal paling jujur dalam menyampaikan realitas. Suara-suara rakyat, khususnya dari kalangan miskin, perempuan, dan minoritas, mendapatkan tempat yang layak dalam karya-karya teater seperti yang digagas Ratna.
Melalui Teater Ratna Sarumpaet, kita diajak untuk tidak hanya menonton, tetapi juga merenung dan bertindak. Teater menjadi ruang empati, di mana kita dapat merasakan penderitaan orang lain dan menyadari pentingnya keadilan sosial. Suara dari pinggiran, yang selama ini terpinggirkan, menjadi pusat perhatian dan memaksa kita untuk mendengar.